Oleh: Fauzi As, Pengamat Kebijakan Publik.
——–
UNIBA Madura kampus tidak berguna! Uniba hanya menciptakan deretan skandal besar. drama penurunan penerimaan KIP. Misteri pemotongan dana KIP. Penyalahgunaan dana seragam. Pelecehan seksual. Mahasiswa Uniba ditangkap polisi. Rektor Uniba skandal dengan dosen.
Tema di atas saya ambil dari judul tulisan di google. Itu opini atau pemberitaan media beberapa minggu terakhir. Uniba tiba-tiba di-downgrade jatuh dalam pusaran falsifikasi, yaitu kelompok kecil yang melihat sesuatu dari sudut pandang kesalahan.
Banyaknya tulisan dengan aroma tendensius bernada provokatif, muncul di berbagai group. Hal itu membuat saya tergerak untuk memberikan pandangan dengan perspektif berbeda.
Dengan harapan, publik tidak hanya disuguhi informasi yang tidak berimbang dan seolah menghilangkan dampak positif dari keberadaan Uniba Madura.
Tulisan di berbagai platform media seolah mencampur aduk perilaku oknum dengan sikap institusi.
Saya sependapat tentang pentingnya kritik bagi kampus, kritik bagi rektor, dari sisi kebijakan dan pengelolaan. Kritik adalah hal yang musti dihidupkan sebagai upaya perbaikan bagi jalan pendidikan di Madura.
Jika pendidikan dapat mengubah banyak hal menjadi lebih baik, harusnya kritik terhadap kampus juga tidak dilakukan dengan cara-cara yang keliru.
Pendidikan adalah cahaya yang mampu menerangi redupnya pikiran dan hati. Saya yakin, siapapun wartawan yang menulis tentang Uniba adalah mereka yang pernah menjadi anak didik di sekolah dan kampus.
Karena mereka pernah berada pada lingkungan pendidikan, sudah seharusnya punya pengetahuan tentang tugas dan fungsi dari profesi yang diembannya sendiri.
Pers tidak sekedar mencari informasi lalu diungkap menjadi sumber pemberitaan. Di atas itu, ada verifikasi kebenaran dan objektivitas.
Hal itu dilakukan agar tidak abai pada hak-hak individu. Itulah sebabnya jurnalis bekerja dipandu oleh kode etik jurnalistik, diterangi oleh pengetahuan, dan diikat moral.
Ungkapan yang di tulis oleh “Theodore Roosevelt” bahwa mendidik manusia dalam pikiran tanpa moral, adalah mendidik ancaman bagi masyarakat.
Ilmu pengetahuan tanpa moral dapat menjadi alat yang merusak. Tetapi bermoral dan tidak bermoral, merusak dan memperbaiki keduanya adalah pilihan dan setiap pilihan mengikat kita pada konsekuensi.
Seperti judul tulisan di atas yang dilempar ke ruang publik dengan narasi Bubarkan Uniba Madura..!!!
Hal itu memantik reaksi dan membawa konsekuensi. Pertama, adalah konsekuensi di dalam pikiran pembaca akan merancang munculnya pertanyaan.
Siapa yang dirugikan oleh Uniba? Atau, pertanyaan siapa yang diuntungkan kalau saja Uniba Madura dibubarkan?
Tulisan dengan judul yang bombastis dengan tujuan penggiringan opini, dapat memunculkan persepsi publik. Jika tidak diklarifikasi dengan jelas, maka hal demikian dapat menjadi bola liar dalam bentuk justifikasi dan penghakiman.
Padahal, kampus adalah rumah bagi pendidikan. Di dalamnya ada rektor, dekan, dosen, pegawai dan mahasiswa sebagai usernya.
Sama denga perusahaan media yang juga memiliki fungsi sebagai rumah pencerahan bagi masyarakat luas. Di mana, di dalamnya terdapat struktur seperti general manager, manager, pimpinan redaksi, redaktur, wartawan dan masyarakat sebagai usernya.
Jika perusahaan sebagai rumah, maka profesi hanyalah alat. Dengan demikian, wartawan dan dosen wajib bekerja sesuai kode etiknya masing-masing.
Saya ingin berikan contoh kejadian beberapa waktu lalu, di mana seorang pengusaha mengeluhkan tentang adanya pemberitaan negatif yang menyerang kehormatannya.
Lalu, beberapa hari kemudian datanglah seorang mediator yang meminta uang Rp 150 juta jika tulisan itu tidak mau dilanjutkan.
Atau, oknum mahasiswa yang sok kritis mengancam akan demo di tempat hiburan malam. Ternyata, di ujungnya hanya meminta uang sebesar Rp 15 juta.
Padahal, disisi yang lain sudah banyak video yang masuk ke handphone saya oknum itu sebagai penikmat di dalamnya. Maka, pengetahuan tentang diri adalah ibu dari semua pengetahuan. “Kahlil Gibran.”
Itu hanya sebagian kecil dari keluhan dan dokumen yang menggambarkan betapa situasi ini harus kita perbaiki bersama.
Oleh sebab itu, jika ada oknum dosen yang melakukan pelanggaran jangan digeneralisir seolah kampusnya harus dibubarkan.
Sebaliknya, jika ada oknum wartawan yang melakukan tindakan kejahatan, maka kita tetap memilih langkah kritis yang proporsional.
Kehadiran Uniba Madura sebagai salah satu institusi pendidikan di Kabupaten Sumenep telah memberikan bantuan KIP bagi kurang lebih 300 mahasiswa pertahunnya.
Bahkan, sebagian dari mereka merasa belajar dan masih mendapat gaji. Dengan begitu, mari bubarkan Uniba jika tidak berguna..!!!
“Kebenaran ada pada bibir-bibir manusia yang sudah mati.”
Salam Waras!!