Lahan mangrove di Desa Ambat, Kecamatan Tlanakan, Pamekasan yang sebelumnya sempat dibabat.
PAMEKASAN || KLIKMADURA – Pembabatan lahan mangrove di Desa Ambat, Kecamatan Tlanakan, Pamekasan, Madura terus menjadi sorotan. Salah satunya, berkaitan dengan keabsahan sertifikat hak milik (SHM) lahan tersebut.
Seperti diketahui, lahan seluas 4 hektare itu dipecah menjadi 8 SHM. Salah satu nama pemilik yang tercantum dalam sertifikat tersebut adalah Pang Budianto atau Yupang, pengusaha besar di Pamekasan.
Koordinator Forum Komunikasi Kader Konservasi Indonesia (FK3I) Jawa Timur Matiyas Catur Wibowo mengatakan, daerah sempadan pantai mestinya tidak boleh dikuasai atau dimiliki perorangan.
Tapi, yang terjadi di Pamekasan justru lahan tersebut dimiliki perorangan. Bahkan, sudah terbit SHM. “Jadi, memang patut dipertanyakan,” katanya.
Dengan demikian, butuh dievaluasi kembali berkaitan dengan SHM yang terbit tersebut. Secara resmi, FK3I Jatim bersurat yang ditembuskan kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) Pamekasan untuk menindak lanjuti berkaitan dengan SHM tersebut.
Matiyas menyampaikan, penerbitan SHM membutuhkan proses panjang. Kemudian, ada banyak pihak yang dilibatkan. Olehkarenanya, dia meminta bupati Pamekasan turun tangan untuk menelusuri bahkan menguji keabsahan SHM tersebut.
Matiyas berharap, pembabatan lahan mangrove di Pamekasan tidak dianggap sepele oleh pemerintah. Sebab, aktivitas tersebut merusak lingkungan dan bisa memicu bencana seperti banjir rob.
FK3I Jatim sejauh ini sudah melayangkan surat ke sejumlah instansi untuk menindak lanjuti persoalan tersebut. Salah satunya, surat itu dilayangkan kepada Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur.
“Jika tidak ada respons baik dari Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur, kami akan menindak lanjuti langsung kepada Ibu Gubernur Khofifah,” terangnya.
Menurut Matiyas, pembabatan hutan mangrove itu tidak sejalan dengan spirit pemerintah yang gencar melakukan penanaman mangrove. Dia berharap, pembatatan mangrove itu dihentikan secara permanen. (diend)