PAMEKASAN, KLIKMADURA – Kasus perundungan terhadap siswa marak terjadi di berbagai daerah. Kondisi tersebut mengundang rasa prihatin Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Pamekasan Akhmad Zaini.
Demi memastikan tidak ada kasus serupa di Pamekasan, Zaini meminta guru melakukan pengawasan ekstra. Pendampingan terhadap siswa harus dilaksanakan secara maksimal.
Zaini juga meminta semua elemen, khususnya guru, kepala sekolah dan pengawas turun ke lapangan dan melakukan monitoring dengan baik. Dengan demikian, perundungan tidak terjadi di Bumi Gerbang Salam.
”Bisa jadi paparan gadget yang luar biasa membuat anak anak kita meniru apa yang dilakukan siswa lainnya di berbagai daerah. Ini yang harus diwaspadai,” kata Zaini.
Mantan Kepala Perpustakaan Daerah itu menyampaikan, jika semua pendidik turun dan ikut mengawasi keberlangsungan proses belajar mengejar, maka sangat mungkin tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
”Guru tidak hanya memastikan proses pembelajaran berjalan dengan baik. Tapi, juga memantau bagaimana keseharian anak di sekolah. Apabila ada yang bermasalah bisa langsung diidentifikasi dengan mendiskusikan bersama orang tua,” tegas Zaini.
Sementara itu, Zainal Fatah Koordinator Wilayah Kecamatan Bidang Pendidikan (Korwilcambidikbud) Kecamatan Pakong mengatakan, pihaknya telah melakukan langkah preventif untuk mewaspadai adanya perundungan di sekolah. Salah satunya, menerapkan program berbasis agama.
”Kami tidak hanya bertanggung jawab untuk menjadikan anak pintar, tapi juga bisa membangun akhlak yang baik melalui kegiatan-kegiatan positif seperti ngaji Jumat. Harapannya, kegiatan ini bisa berdampak positif bagi siswa,” ujarnya.
Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mencatat selama Januari-Juli 2023 telah terjadi 16 kasus perundungan di satuan pendidikan. Empat di antaranya bahkan terjadi saat tahun ajaran sekolah 2023/2024 yang baru saja dimulai pada medio Juli 2023.
Dari 16 kasus perundungan pada satuan pendidikan mayoritas terjadi pada tingkat sekolah dasar (25 persen), sekolah menengah pertama (25 persen), dan sekolah menengah atas (18,75 persen), dan sekolah menengah kejuruan (18,75 persen). (diend)