KABUPATEN Pamekasan mendeklarasikan diri sebagai kota pendidikan. Namun, realita di lapangan, masih banyak persoalan di dunia pendidikan yang belum terselesaikan.
Di antaranya, masalah status kepemilikan lahan yang kerap disengketakan hingga berujung penyegelan. Satu di antara beberapa sekolah yang disegel oleh warga yang mengaku sebagai pemilik lahan adalah SDN Tamberu 2, Kecamatan Batumarmar.
Ratusan siswa-siswi di sekolah tersebut terpaksa harus menumpang di rumah warga untuk menimba ilmu. Sekolah yang biasa mereka tempati disegel oleh warga yang mengaku ahli waris sejak sekitar sebulan lalu.
Total siswa di sekolah yang berada di pinggir pantai pantura itu 130 orang. Sebanyak 23 di antaranya merupakan siswa baru. Mereka tidak merasakan bahagianya memiliki ruang kelas dan bangku baru di hari pertama mengenyam pendidikan dasar.
Para wali murid juga tidak merasakan harus antre sejak pagi karena ingin anaknya mendapat tempat di barisan paling depan. Sebab, pada hari pertama masuk sekolah, Senin (15/7/2024), para peserta didik baru itu harus belajar di rumah warga.
Terdapat tiga rumah warga yang dijadikan tempat belajar mengajar. Para guru melaksanakan aktivitas seperti biasanya. Para siswa baru juga saling tegur sapa dan berkenalan satu sama lain.
Masyatun, salah satu wali murid merasa iba melihat peserta didik itu belajar di rumah warga. Padahal, mereka merupakan siswa lembaga pendidikan negeri yang semestinya mendapat perlindungan dan fasilitas baik dari pemerintah.
Dengan demikian, Masyatun berharap persoalan sengketa tanah itu segera selesai. Pemerintah harus turun tangan agar siswa tidak lagi menjadi korban. ”Kalau seperti ini kasihan siswa, kami berharap masalah tanah ini segera selesai,” katanya kepada awak media.
Sementara itu, Korwilcambidikbud Kecamatan Batumarmar Miftahol Huda hadir dan memantau langsung hari pertama masuk sekolah di SDN Tamberu 2. Dia menyampaikan, yang paling penting saat sekarang adalah para siswa tetap mendapat layanan pendidikan yang baik.
Ratusan siswa itu terpaksa belajar di rumah-rumah warga karena sekolah disegel oleh warga yang mengaku sebagai pemilik lahan. Pembelajaran tetap dilaksanakan agar para siswa itu tidak terlantar.
”Saya tidak ingin menelantarkan siswa, mereka harus tetap mendapatkan layanan pendidikan yang baik,” kata Huda.
Dijelaskan, Pemkab Pamekasan berupaya optimal agar masalah sengketa lahan itu segera selesai. Bahkan, beberapa waktu lalu seluruh pihak dikumpulkan untuk mencari solusi terkait masalah tersebut.
Di antaranya, warga yang mengaku sebagai pemilik lahan, kepala dinas pendidikan dan kebudayaan Pamekasan, Camat Batumarmar, dan stakeholder lainnya.
Hasilnya, Pemkab Pamekasan bisa menyelesaikan permasalahan lahan tersebut bilamana, warga yang mengaku sebagai pemilik lahan bisa menunjukkan dokumen kepemilikan tanah yang sah. Yakni, sertifikat hak milik (SHM).
”Pemerintah kabupaten bukan tidak mau menyelesaikan, tetapi pemilik lahan hanya memiliki bukti pepel (leter C), di pepel itu tertera luas lahan 11 ribu meter sekian, sementara sekolah ini hanya sekitar 1500 meter. Kalau 11 ribu, berarti semua rumah di sekitar sekolah juga milik dia,” katanya.
Menurut Huda, pemerintah kabupaten sangat berhati-hati dalam menyelesaikan persoalan tersebut. Sembari menunggu proses penyelesaian sengketa lahan, siswa-siswi tetap mendapatkan layanan pendidikan yang baik.
Huda menyampaikan, ada beberapa usulan solusi yang ditawarkan oleh warga. Di antaranya, melakukan regrouping dengan sekolah terdekat. Namun, solusi itu sulit dilaksanakan mengingat sekolah lainnya juga memiliki keterbatasan ruang kelas.
”Barusan ada masukan dan saran agar disatukan dengan SDN Tamberu 1, tetapi disana lokalnya tidak mencukupi. Siswa di SDN Tamberu 1 sebanyak 200 lebih, siswa disini 130 orang kan susah juga. Apalgi, secara administratif tetap ada dua sekolah,” katanya.
M. Rosidi selaku ahli waris yang menyegel sekolah tersebut juga mengaku kasihan melihat siswa harus belajar di rumah-rumah warga. Namun, dia tetap bersikukuh tidak akan membuka segel selama persoalan lahan itu belum beres.
Menurut dia, Pj Bupati Pamekasan Masrukin pada saat pertemuan berjanji akan mengganti atau membayar lahan itu jika ahli waris bisa menunjukkan sertifikat. Syarat itu sebenarnya sudah ditindak lanjuti dengan berupaya memeroses pembuatan SHM.
Namun, perangkat pemerintahan yang tidak punya iktikad baik untuk menyelesaikan. Dia mencontohkan, dalam pembuatan SHM, dibutuhkan surat pernyataan dari kepala desa bahwa pemeritah desa tidak memiliki salinan leter C.
Namun, saat meminta surat pernyataan itu, Pj Kades Batumarmar, Sawal tidak mau tandatangan. Alasannya, karena leter C lahan tersebut ada, namun dokumen itu tidak ditunjukkan.
Lalu, Plt Kepala SDN Tamberu 2 Angga juga enggan tanda tangan surat pernyataan kesediaan agar sekolah tersebut disertifikat. Padahal, surat pernyataan itu menjadi syarat pembuatan SHM.
”Pemkab dan pihak-pihak terkait ini cari aman, tapi cari aman buat dirinya sendiri tidak memikirkan nasib anak-anak yang terlantar ini,” katanya.
Rosidi memastikan, segel sekolah tersebut tidak akan dibuka sampai ada kejelasan berkaitan dengan ganti rugi lahan yang ditempati itu. ”Segel ini tidak akan dibuka sampai ada kejelasan hitam di atas putih,” tandasnya. (pen)