EMILU 2024 dinilai sebagai pesta demokrasi paling brutal sepanjang sejarah. Pergeseran hingga penggelembungan suara terjadi di mana-mana.
——————-
ALYADI Mustofa bukan politisi sembarangan. Namanya terkenal hingga kancah nasional. Pada 2019 lalu, dia mendapat predikat peroleh suara terbanyak nasional di internal PKB.
Kontribusinya terhadap PKB di Jawa Timur luar biasa. Dia duduk sebagai anggota dewan selama tiga periode.
Periode pertama, Alyadi menjadi anggota DPRD Kabupaten Sampang. Kemudian, dua periode berikutnya mengabdi sebagai anggota DPRD Jawa Timur.
Partai politik yang dikendarai tidak pernah berubah. Dia setia pada PKB. Partai besutan Cak Imin. Partai yang juga membesarkan namanya.
Banyak sekali lamaran dari berbagai partai politik agar digunakan oleh Alyadi sebagai kendaraan. Namun, dia tegas menolak. Alyadi tetap setia.
Pada pemilu 2024, Alyadi tidak beruntung. Dia gagal melenggang ke Indrapura. Padahal, perolehan suaranya lumayan tinggi, 152.000 suara.
Namun, hasil akumulasi dia kalah pada rekan separtainya. Nur Faizin dan Moch. Fauzan. Alhasil, Alyadi harus menerima hasil pemilihan lima tahunan itu.
Banyak orang tidak percaya Alyadi gagal. Sebab, suaranya masih tergolong tinggi. Basis massanya juga tidak berubah. Bahkan, bertambah.
Ternyata, kekalahan pria yang menjabat Wakil Sekretaris DPW PKB Jatim itu tidak terjadi secara murni dan alami.
Ada peran “tangan kotor” yang menyebabkan Alyadi terpental. Dugaan kuat, ada peran penyelenggara dalam menggembosi hasil perolehan suaranya.
Tidak tanggung-tanggung, sebanyak 30 ribu suara raih dan berpindah ke calon lain. “Sekitar 30 ribu suara lebih milik saya hilang,” katanya.
Alyadi menjelaskan, sehari setelah pemungutan suara pada 14 Februari 2024, hasil rekapitulasi internal tim berbasis form C1, suaranya tembus 180 ribu.
Namun, suara tersebut perlahan berkurang. Sampai pada rekapitulasi di masing-masing kabupaten di Madura selesai, suaranya tersisa 152 ribu.
“Awalnya saya pikir perolehan suara saya tidak akan berkurang sebanyak itu. Tapi ternyata, saya harus menerima kenyataan bahwa suara saya berkurang drastis,” katanya.
Alyadi mengaku “legowo” menerima kenyataan bahwa dia tidak lolos menjadi anggota DPRD Jatim.
Namun, sebagai politisi yang juga bertanggung jawab terhadap kualitas demokrasi, dia melakukan langkah-langkah.
Salah satunya, melapor ke Bawaslu Jatim berkaitan dugaan kecurangan yang terjadi secara massif dan terstruktur itu.
“Laporan ini bukan urusan kalah menang, tapi demi menjaga marwah dan kualitas demokrasi,” kata politisi senior itu.
Alyadi menilai, pemilu 2024 paling ugal-ugalan sepanjang sejarah. Dengan demikian, dia berharap ada perbaikan dari penyelenggara.
Utamanya, perbaikan kinerja Bawaslu dalam mengawasi jalannya pesta demokrasi. “Semoga kualitas pemilu lebih baik ke depannya,” harap Alyadi. (diend)